Opini

Pemimpin Yang Sejati; Haruskah Mengenal Masyarakat?

Avatar
361
×

Pemimpin Yang Sejati; Haruskah Mengenal Masyarakat?

Sebarkan artikel ini

(Pandangan Berdasarkan Mat. 16:22-23 dan Relevansi Bagi Pemimpin di Indonesia)

Oleh: Mario Venerial Umbu Zerri – Mahasiswa FFA UNWIRA Kupang

 Satu peribahasa Latin berbunyi demikian: “Ante mare undae” (Ada ombak air di laut). Secara harafiah, peribahasa tersebut dapat berarti: dalam hidup ini ada saling pengaruh. Setiap hal yang ada di dunia ini memiliki pengaruh terhadap sesuatu yang lain. Hal ini terjadi karena seluruh makhluk ciptaan di dunia hidup berdampingan. Demikian halnya dengan manusia. Dalam kehidupannya bersama yang lain, pasti ada saling pengaruh dalam hidup. Manusia yang satu pasti punya pengaruh terhadap manusia yang lain. Seorang suami pasti punya pengaruh terhadap istrinya. Tanpa suami tidak mungkin seorang perempuan dapat menjadi istri. Sama halnya, tanpa istri seorang pria tidak mungkin menjadi suami. Hal sederhana ini membuktikan bahwa pernyataan peribahasa di atas benar-benar nyata dalam kehidupan manusia.

Dalam hal kepemimpinan, terdapat juga saling pengaruh. Kesalingan pengaruh tersebut dapat terjadi antara pemimpin dan orang yang dipimpinnya. Kesalingan dalam pengaruh tersebut sangat menonjol dalam hal profesionalitas antara pemimpin dan orang yang dipimpin. Dalam hal ini, keberadaan orang yang dipimpin dapat mempengaruhi orang yang memimpin dalam menjalankan kewajiban. Apa pun yang menjadi kebiasaan atau habitus dari orang yang dipimpin menjadi tolak ukur bagi yang memimpin untuk menjalankan tugasnya. Agar dapat sampai pada tujuan tersebut, maka seorang pemimpin harus mampu mengenal orang yang dipimpinnya. Dengan pengenalan tersebut maka akan memudahkan bagi pemimpin untuk memimpin. Dengan mengenali yang dipmpinnya, seorang pemimpin dapat mengambil kebijakan atau keputusan tertentu secara tepat dan tidak merugikan pihak manapun. Pengenalan akan bawahannya menjadikan seorang pemimpin mudah melakukan apa saja yang dapat membawa perubahan atau perkembangan bagi kelompoknya demi mencapai visinya.

Dalam teks Mat. 16:22-23 merupakan teks yang berisi tentang bagaimana reaksi Petrus akan pemberitahuan Yesus tentang penderitaan-Nya dan bagaimana Yesus menanggapinya dengan teguran yang keras. Dalam kedua ayat ini, terdapat beberapa adegan yang cukup menarik perhatian. Petrus, yang awalnya telah mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (Mat. 16:16) pada akhirnya terkejut juga dengan pernyataan Yesus tentang sengasara yang akan ditanggung-Nya.

Keterkejutan Petrus kemudian dilanjutkan dengan tindakan menarik Yesus ke samping. Ada gesekan perspektif yang terjadi antara Yesus dan Petrus. Petrus menegur Yesus sambil menghalangi jalan-Nya. Pada tahap ini, terjadi perbedaan pemahaman antara Yesus dan para murid tentang Mesias, Anak Allah. Para murid masih berharap agar Mesias yang ada bersama mereka akan memerintah dengan jaya tanpa adanya penderitaan. Yesus justru tidak mau tergiur oleh godaan menjadi pemimpin seperti dipahami para murid.  Pada prinsipnya, Yesus hanya taat pada kehendak Bapa, menjalankan misi di dunia untuk keselamatan banyak orang.

Dalam pengertian tertentu, menarik Yesus ke samping dapat dipahami sebagai perbuatan Petrus untuk menyamakan diri dengan Yesus. Spiritualitas kemuridan yang sesungguhnya ialah mengikuti guru dari belakang. Petrus melakukan hal yang berbeda. Akibatnya, ia mendapat hardikan yang keras dari Yesus. Di balik kata menghardik/mencela terasa suatu teguran yang keras dari Yesus. Dalam pemikiran Petrus, tidak pantas jika Yesus harus menderita sebagaimana dikatakan-Nya pada awal kisah. Di sini menjadi nyata bahwa Petrus hanya fokus pada teologi rahmat dan kemuliaan. Peristiwa menarik Yesus ke samping menjadi gambaran bahwa sebagai pemimpin selalu ada kekuatan-kekuatan lain yang menjadi penghambat dalam usaha menjalankan misi. Teguran atau hardikan Yesus terhadap sikap Petrus merupakan tindakan tepat untuk tidak mengikuti pikiran Petrus. Tindakan Yesus merupakan usaha menarik Petrus ke dalam pemikiran yang sejalan dengan Gurunya. Yesus menunjukkan sikap yang tepat sebagai seorang pemimpin, berani mengarahkan murid-Nya ke alur pemikiran yang benar. Sikap Yesus dalam menghardik Petrus juga menjadi tanda bagaimana Yesus mengenali dengan sungguh akan para murid (orang yang dipimpinnya). Bahkan, Yesus mengenali secara sangat mendalam. Yesus tahu apa yang ada dalam pikiran Petrus.

Untuk memperjelas maksud-Nya menghardik Petrus, Yesus mengatakan bahwa Petrus merupakan “Batu sandungan” (ay. 23). Batu sandungan adalah batu yang menghalangi perjalanan Yesus ke Yerusalem. Dengan bicaranya yang tidak peduli akan penjelasan Yesus, Petrus berusaha menjauhkan Yesus dari pelaksanaan misi-Nya. Sementara misi utama Yesus ialah taat kepada Allah sampai mati. Petrus dalam kelemahan manusiawinya masih perlu melewati perjalanan panjang untuk bisa memahami secara tepat kehendak Allah dan jalan yang harus dilalui Gurunya. Petrus yang sebelumnya digelari sebagai “Batu karang”, batu dasar jemaat (16:18), kemudian disebut sebagai “Batu sandungan”. Kebahagiaan yang baru diterima sebagai batu dasar jemaat tiba-tiba berubah menjadi kutukan karena mengikuti penalaran manusiawinya. Dalam usaha-Nya menjalani kehendak Bapa demi mewartakan kebenaran, Yesus selalu menyadari tantangan-tantangan yang ada di sekitarnya. Dalam kesadaran tersebut, Yesus selalu mengambil tindakan. Kini Yesus masuk lebih dalam lagi untuk memberi penyadaran kepada Petrus agar tidak terkurung dalam penalaran manusiawinya. Jadi, Yesus tidak hanya sampai pada tahap menghardik tetapi lebih daripada itu melakukan hal yang lebih hebat dan menakjubkan untuk menanggapi setiap persoalan atau halangan yang ada. Sebagai seorang pemimpin, Yesus mampu menguasai setiap keadaan yang terjadi secara tiba-tiba dan di luar dugaan.

Sudah seharusnya bagi setiap pemimpin untuk mengenal orang yang dipimpinnya. Hanya dengan begitu maka pemimpin dapat menjalankan misinya tepat sasaran. Dengan pengenalan tersebut, seorang pemimpin mengetahui secara pasti siapa yang mesti mendapat perhatian khusus, apa saja yang dibutuhkan, bagaimana seharusnya bertindak terhadap orang yang dipimpin dan pendekatan seperti apa yang harus digunakan dalam usaha menjalankan kebijakan tertentu.

Perihal mengenal orang yang dipimpin merupakan suatu persoalan yang mesti mendapat perhatian khusus di Indonesia. Negara yang kaya akan pulau dan budaya ini harus diperhatikan agar setiap masyarakat di dalamnya memperoleh hak yang sama dalam hidup. Kalau pemerintah tidak mengenal masyarakat yang dipimpinnya, akan sulit bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakannya. Sebagai pemimpin masyarakat, pemerintah mesti mengenal betul bagaimana kehidupan masyarakatnya, apa yang menjadi harapan mereka demi kehidupan yang adil dan sejahtera. Hanya dengan begitu maka pemerintah dapat menjalankan berbagai kebijakan untuk mencapai visinya. Yesus, mengenal secara baik siapa Petrus. Bukan hanya mengenal secara fisik, tetapi pikirannya juga diketahui secara baik oleh Yesus. Dengan pengenalan tersebut, Yesus dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengembalikan Petrus pada posisi yang sesungguhnya sebagai seorang murid. Selain karena Yesus adalah Putera Allah yang tahu segala hal, pengetahuan Yesus akan pribadi Petrus juga merupakan buah dari kebersamaan mereka. Petrus sebagai murid pasti selalu bersama Yesus sebagai sang guru.

       Pemimpin yang sejati seharusnya seperti Yesus yang mengenal dengan baik masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin harus sampai pada tahap bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Dengan begitu pemerintah mengetahui masyarakatnya seperti apa, mengetahui apa yang mereka butuhkan. Pengenalan akan keadaan masyarakat sangat berpengaruh bagi pemerintah dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur. Sebagai pemimpin sejati, pemerintah harus mengenal masyarakatnya secara baik. Dengan begitu pula, pemerintah dapat menguasai setiap keadaan dan situasi yang terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *