OpiniPendidikan

Toleransi Politik-Keagamaan Muslim di Indonesia

Avatar
364
×

Toleransi Politik-Keagamaan Muslim di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Menjelajahi Dekonsolidasi Demokrasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
berdasarkan freedom House, Indonesia sempat menjadi negara bebas penuh, tapi turun menjadi negara setengah bebas dalam sebelas tahun terakhir.

Kebebasan di Indonesia dianggap terkonsolidasi, sebagaimana negara ini dulunya diberi label bebas penuh baik dalam hak politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun kebebasan sipil yang adalah dua indikator utama yang digunakan oleh Freedom House dan merupakan penilai internasional demokrasi negara-bangsa yang paling dihormati.

Melongsornya kebebasan ini diyakini berkaitan dengan intoleransi terhadap kelompok-kelompok agama atau paham agama minoritas, secara khusus intoleransi muslim terhadap non-Muslim.

Dekonsolidasi demokrasi Indonesia terjadi ketika kebebasan beragama atau toleransi beragama memburuk. Kebebasan sipil, khususnya toleransi beragama, merupakan isu krusial yang mengancam konsolidasi demokrasi suatu negara.

Demokrasi elektoral, yang dicirikan oleh pemilu bebas yang diadakan secara rutin, tidak cukup untuk konsolidasi demokrasi.

Kurangnya toleransi, khususnya jaminan negara atas hak- hak minoritas, telah menjadi penyebab kegagalan banyak negara demokrasi.

Menurut para sarjana terkemuka budaya politik demokrasi, saling percaya dan toleransi diperlukan selain partisipasi politik formal untuk membuat demokrasi berjalan dan tetap stabil.

Toleransi beragama-politik di Indonesia dibentuk oleh Pancasila. Prinsip- prinsip ini memandu konstitusi, yang awalnya diadopsi pada tahun 1945 dan saat revolusi kemerdekaan, serta merupakan kerangka ideologis penting untuk menengahi masalah negara yang luar biasa kompleks.

Salah satu isu adalah hubungan kausal antara keterlibatan kelembagaan dan toleransi agama-politik.

Menurut penelitian studia islamika Indonesian Journal for Islamic Studies menemukan bahwa Muslim Indonesia, 87% dari populasi nasional, tidak toleran secara agama-politik.

Mereka tidak toleran terutama terhadap pejabat publik non-Muslim. Ditemukan juga bahwa sipil dan politik keterlibatan ditemukan tidak signifikan dalam memprediksi toleransi agama-politik.

Keanggotaan dalam asosiasi sipil mana pun dan kepentingan politik tingkat tinggi tidak secara otomatis meningkatkan toleransi.

Ketaatan beragama di kalangan Muslim memang memperlemah toleransi politik-keagamaan, tetapi kondisi elonomi-politik dan keamanan, sikap peduli pada institusi, peduli politik, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, dan warga suku bangsa Jawa memperkuat toleransi tersebut.

Kalau faktor-faktor ini mengalahkan faktor agama dan ketaatan beragama maka toleransi politik-keagamaan di Indonesia akan membaik.

Penulis: Vallens Keby Termas

Semester : II

Fakultas : Fisipol
Jurusan :Hubungan internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot ||
slot88 ||
Server Thailand ||
Slot Gacor Maxwin ||
Slot gacor ||
slot online||
Slots ||
SBOBET||
game slot
daftar slot ||
slot game||
poker online
slot thailand||
game slot online||
situs slot||
slot gacor online||
situs slot terbaru||
slot terbaru||
idn slot||
slot gratis||
https://voiceofserbia.org||
https://tibetwrites.org/||